Diskusi Hijau “Secondary Indicators untuk Program Mitigasi RAN GRK dalam Penganggaran Hijau di Indonesia”
Mitigasi perubahan iklim merupakan usaha pengendalian untuk mengurangi resiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi/meningkatkan penyerapan Gas Rumah Kaca dari berbagai sumber. Dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang merupakan tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim global dalam G20 Meeting (Pittsburg, September 2009). Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari tingkat BAU (Business As Usual) dengan usaha sendiri dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan internasional. RAN-GRK adalah dokumen kerja yang menyediakan landasan bagi pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan pelaku ekonomi untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca dalam periode 2010-2020 yang sesuai target pembangunan nasional.
RAN-GRK ini telah disahkan dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011. Menyusul penetapan target tersebut, Perpres No.61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) disahkan. Setahun kemudian, Rencana Aksi Daerah (RAD-GRK) yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur di masing-masing provinsi juga ditetapkan tidak terkecuali Provinsi Sulawesi Barat yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 28 Tahun 2012 Tentang Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) di Sulawesi Barat.
Emisi RAD-GRK Provinsi Sulawesi Barat berasal dari 3 (tiga) bidang, yaitu: 1). Berbasis Lahan (66%), 2). Berbasis Energi (32%), dan 3). Pengelolaan Limbah (2%), dimana pada tahun 2010 emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mencapai sekitar 6,9 juta ton CO₂-eq.
Hasil proyeksi Business as Usual (BAU) Provinsi Sulawesi Barat tahun 2020 tanpa intervensi aksi mitigasi, bidang berbasis lahan masih menempati porsi penyumbang emisi GRK terbesar sebanyak 83,9%. Sedangkan bidang berbasis energi dan limbah secara berturut-turut menyumbang 15,4% dan 0,7% dari total BAU 2020 di Provinsi Sulawesi Barat.
“Tentu saja angka 26% dan angka 41% bukanlah angka yang kecil dan tahun 2020 tidak lama lagi, kurang lebih tinggal 3,5 tahun lagi dari sekarang, dan di setiap daerah juga ada kewajiban untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” ungkap Ibu Victoria Ngantung, Program Manager Proyek Hibah Pengetahuan Hijau Yayasan BaKTI - MCA Indonesia dalam sambutannya pada acara Diskusi Hijau yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2016 di Hotel D'Maleo, Mamuju. Kegiatan diskusi ini merupakan diskusi keempat yang dilaksanakan oleh Yayasan BaKTI di Sulawesi Barat. Ibu Victoria berharap peserta diskusi dapat mendiskusikan dan mengenal lebih baik apa saja Secondary Indicators yang diusulkan oleh LPEM-FEB UI sebagai hasil kajian mereka untuk aktifitas Pengetahuan Hijau MCA-Indonesia.
“Secondary Indicators untuk Program Mitigasi RAN GRK dalam Penganggaran Hijau di Indonesia” adalah judul dari policy briefs yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh LPEM FEB-UI sebagai yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2016 di Hotel Male’o Kab. Mamuju, Sulawesi Barat, Ibu. Riatu Mariatul Qibthiyyah, SE, MA, PHD - Peneliti LPEM FEB UI, memaparkan tentang Mitigasi Karbon dan Penganggaran Hijau, dimana mitigasi dalam perubahan iklim berfokus pada penurunan absolut dengan indicator Tingkat emisi (relatif terhadap tahun dasar), Penurunan relative dengan Tingkat emisi (relatif terhadap BAU – Business As Usual / Kondisi tetap) indicator, Netralitas Karbon dengan indicator Emisi (produksi) vs Tingkat penyerapan, serta focus Intensitas dengan karbon Emisi per PDB. Sedangkan Indikator Penganggaran Hijau (Green Budgeting) yaitu ; Efektifitas: Penurunan aktual CO2, Efisiensi: Unit Biaya mitigasi yang Rendah (Efisiensi), Signifikansi (Upaya): Proporsi pengeluaran untuk mitigasi.
Lebih lanjut, Ibu. Annashrah Mutiasari, SP. - BAPPEDA Prov. Sulawesi Barat, Kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat Dalam Mendukung Mitigasi Melalui RAD GRK, menyampaikan bahwa Aksi Konkrit Dalam Penanganan Isu Perubahan Iklim di Sulawesi Barat yaitu : Provinsi Sulawesi Barat berkomitmen untuk berpartisipasi dalam perubahan iklim global melalui aksi mitigasi dalam RAD-GRK, sesuai Pergub No.28 Tahun 2012; RAD-GRK bertujuan memberikan kerangka kebijakan bagi pemerintah daerah serta pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan penurunan emisi GRK dalam kurun waktu 2011 – 2020; Perpres 61/2011 memberikan mandat kepada Gubernur untuk menyusun RAD-GRK yang akan berkontribusi kepada target nasional sebesar 26% dengan usaha sendiri dan menjadi 41% apabila mendapat bantuan internasional; Sampai dengan akhir tahun 2015, Kementerian terkait serta pemerintah daerah telah mengimplementasikan RAN-GRK dan RAD-GRK dengan dukungan APBN, APBD, Swasta dan masyarakat serta dukungan internasional bersifat bilateral dan multilateral; dan Pemerintah Indonesia melakukan kaji ulang berdasarkan adanya perubahan nomenklatur dan penggabungan kementerian serta penyelarasan dengan RPJMN 2015 – 2019 ditindaklanjuti dengan Kaji Ulang RAD GRK Provinsi Sulawesi Barat.
Pada sesi diskusi, ibu Agustina-Dinas Perkebunan, menyampaikan bahwa “Adanya Program Demplot Desa Organik, dari Demplot Program Desa Organik ini adalah bagaimana Petani itu diarahkan menggunakan Pupuk-pupuk Organik dan penggunaan Pupuk Kimia yang ditekan. Kalau mengarah pada Desa Organik, tahun ini ada 2 Kabupaten yakni Kabupaten Polewali; Desa Pulliwa dan Kabupaten Mamuju; Desa Batuampa, itu kami plot Demplot Mitigasi dengan sistem Integrasi ternak Kambing, Nah! dari integrasi ini saya kira bisa menurunkan Gas Rumah Kaca dari kotoran-kotoran itu, kemudian diharapkan dengan penggunaan pupuk peptisida tidak lagi menggunakan pupuk kimia, sehingga bisa ramah terhadap lingkungan”
Potensi penyumbang emisi terbesar juga ada pada sector Pertambangan dan Energi, “ di Mamuju ini banyak pabrik-pabrik pengolahan batu, yang tentunya merupakan peyumbang emisi dan karbon yang cukup besar” olehnya itu Dinas Pertambangan akan memberikan pertimbangan teknis, rekomendasi terhadap pemberian izin, seperti yang disampaikan oleh Perwakilan Dinas Pertambangan yang hadir pada diskusi tersebut.
Diakhir Diskusi, disimpulkan bahwasanya ada ada 5 hal penting yang perlu dicatat; 1). Pentingnya kita mulai lagi membangun koordinasi dalam hal Hukum dan Regulasi, regulasi-regulasinya perlu ada penataan kembali, terutama tentang tata raung wilayah (RTRW) di beberapa Kabupaten, 2). Perlu dari Sekretariat RAN untuk menyusun sistem dan mekanisme pendokumentasian kegiatan masyarakat, Bukan hanya pendokumentasian-pendokumentasian kegiatan SKPD tapi perlu ada juga pembuatan format sistem mekanisme pendokumentasian aktifitas-aktifitas masyarakat yang sebenarnya bisa berkontribusi juga, apa kegiatannya dan apa penganggarannya, 3). Kita sama-sama untuk mengambil bagian dalam upaya strategi kampanye, sosialisasi GRK atau tentang perubahan iklim secara umumnya kepada semua pihak, baik itu mitigasi maupun adaptasi, 4). Perlu adanya penganggaran khusus yang lebih kongkrit dan berkualitas, penganggaran untuk penurunan emisi GRK (gas Rumah Kaca), 5). Secondary Indicators ini perlu dilakukan tindaklanjut melalui Desiminasi lagi.
Acara Diskusi Hijau “Secondary Indicators untuk Program Mitigasi RAN GRK dalam Penganggaran Hijau di Indonesia” yang dihadiri sebanyak 37 peserta dari unsur pemerintah daerah (kabupaten/provinsi), LSM, Grantee, Media, dan perwakilan MCA-Indonesia di Sulawesi Barat (Bpk. Lukman Hakim) dibuka oleh bapak Dr. Muh. Jamil Barambangi, M.Pd selaku Assisten II Bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial Setda Provinsi Sulawesi Barat.