Belajar Strategi Adaptasi Perubahan Iklim dari Pulau Sumba

Anda di sini

Depan / Belajar Strategi Adaptasi Perubahan Iklim dari Pulau Sumba

Belajar Strategi Adaptasi Perubahan Iklim dari Pulau Sumba

Indonesia bangga sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, keanekaragaman bahari yang kaya, dan produktifi tas sektor pertanian dan perikanan yang tinggi. Akan tetapi kekayaan alam ini sedang menghadapi resiko akibat naiknya muka air laut, banjir, kekeringan, dan tanah longsor – yang diperkirakan merupakan dampak yang merusak dari perubahan iklim global. Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan mereka yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan yang peka iklim. Hal ini berarti, 65 persen masyarakat Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir akan terpengaruh, baik yang berada di kota pesisir yang padat penduduk, maupun masyarakat desa nelayan. Hal ini juga berarti, masyarakat pedesaan yang memilki penghidupan dari aktivitas yang berhubungan dengan pertanian,perikanan dan hutan, akan sangat terpukul. Sayangnya, masyarakat ini umumnya adalah masyarakat termiskin di Indonesia, yang memiliki sumber daya terbatas dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

 

Untuk mendukung program pemerintah Indonesia dalam merealisasikan hak anak atas pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim, sejak tahun 2011 Plan International Indonesia sudah melaksanakan program adaptasi perubahan iklim yang berpusat pada anak (Child-Centered Climate Change Adaptation—4CA). Pendekatan berbasis sekolah dan komunitas telah dilakukan di fase lanjutan sejak Oktober 2015 di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Lembata. Setidaknya desa dan sekolah tingkat SMP dan SMA dari 4 kecamatan, yakni Ile Ape dan Lebatukan di Lembata serta Bikomi Utara dan Biboki Selatan di TTU, menjadi target dampingan untuk peningkatan kapasitas anak dan masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap iklim yang berubah.

 

Kapasitas adaptif anak, kaum muda, dan masyarakat ditingkatkan salah satunya melalui pemberian dana stimulan (seed grant) setidaknya di 20 desa di target kabupaten, untuk melakukan praktik adaptasi perubahan iklim secara lokal dan kontekstual. Di mana seluruh usulan rencana aksi masyarakat diseleksi dan dicermati oleh komite pengarah seed grant di tingkat kabupaten, yang terdiri dari berbagai perwakilan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait perubahan iklim. Anggota dari komite ini juga merupakan bagian dari forum PRB/API (Pengurangan Risiko Bencana/Adaptasi Perubahan Iklim) kabupaten, yang terdiri dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Badan Penangggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO), dan lain sebagainya.

Mengawali rangkaian aktivitas seed grant, komite pengarah akan ditingkatkan kapasitas dan wawasannya melalui kunjungan belajar ke lokasi dengan konteks dan kondisi wilayah yang relevan dengan kedua target kabupaten dari proyek 4CA ini. Melalui kegiatan ini diharapkan tiap perwakilan komite yang merupakan dari SKPD bisa mengadopsi praktik adaptasi dan regulasi pendukung dari pemerintah berdasarkan hasil pembelajaran di lokasi kunjungan yang berpusat di Pulau Sumba.

Pulau Sumba di NTT dikenal sebagai salah satu wilayah yang rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Banyak praktik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang sudah dilakukan oleh masyarakat setempat didukung oleh pemerintah dan lembaga lokal setempat. Pulau Sumba dianggap tepat dan relevan untuk menjadi lokasi kunjungan belajar karena pembelajaran praktik adaptasi dan mitigasi yang bisa didapat di sana, serta konteks dan kondisi wilayah yang serupa dengan Kabupaten TTU dan Lembata. Kunjungan ke Sumba ini difasilitasi oleh lembaga CIS Timor mitra Plan Internasional di wilayah Timor, yang juga saat ini sedang menjadi mitra Millenium Chalengge Account Indonesia (MCAI).
Kunjungan belajar di Pulau Sumba dimulai sejak tanggal 19 -25 April 2017 dan dipusatkan di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat Daya. Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah mitra Yayasan Rumah Energi (YRE) untuk program GADING dukungan MCAI, rumah Bapak Jhon Lukas Ludji di Kelurahan Mauhau Sumba Timur untuk kegiatan pertanian dan peternakan terintegrasi berbasis bioslurry. Atau secara khusus tentang praktik-praktik pertanian rendah emisi lewat penggunaan pupuk organik.

 

 

GADING adalah akronim dari "Gathering and Dissemination of Information and Green Knowledge for A Sustainable Integrated Farming Workforce in Indonesia” atau Penghimpunan dan Penyebarluasan Informasi Pengetahuan Ramah Lingkungan Untuk Tenaga Kerja Terintegrasi Yang Berkelanjutan di Indonesia, tujuan utamanya adalah meningkatkan penggunaan ampas biogas/bioslurry dan memperkenalkan tanaman dukcweed atau Lemna sp.

Membuka kunjungan tanggal 21 April 2017 yang diikuti oleh kurang lebih 46 orang dari Kabupaten TTU, Lembata dan Nagakeo itu, Ibu Arina Rupa Rada selalu Koordinator NTT dari YRE menegaskan pada para peserta bahwa: “Rumah Pak Jhon bagi kami lebih sebagai kelas terbuka. Pak Jhon dan keluarga sangat terbuka untuk menerima siapa saja yang ingin belajar darinya, dengan maupun tanpa YRE atau HIVOS selaku NGO (Non Goverment Organization) yang mendampingi beliau saat ini. Harapan kami dengan kunjungan ini, teman-teman dapat belajar banyak. Jika ada pengalaman baik dari tempat kami yang bisa diambil untuk dibawa pulang dan dikerjakan di tempat teman-teman, kami puji Tuhan sekali karena kita bisa saling berbagi. Sebaliknya kami juga berharap bisa belajar banyak dari pengalaman teman-teman di Plan Internasional”.

 

 

 


 

Pada kesempatan ini peserta dibagi dua kelompok, ada yang bersama dengan Pak Anthony dan Ibu Arina dari YRE untuk melihat fisiknya reaktor biogas seperti apa dan bagaimana bioslurry dihasilkan, bagaimana budidaya lemna dan pemanfaatannya untuk pakan ternak sedangkan kelompok yang satunya didampingi Bapak Jhon dan istrinya berkeliling untuk melihat bagaimana aplikasi bioslurry untuk tanaman hortikultura.
 
Peserta terlihat sangat antusias. Berbagi pertanyaan dilontarkan pada Pak Jhon dan istri juga tim YRE. Mulai dari cerita tentang perkembangan kelompok tani dan kelompok wanita tani, sampai pada pasar dari produk-produk pertaniannya. Banyak juga peserta yang tertarik dengan biogas karena memang di tempat mereka belum ada satu unit biogaspun yang dibangun sementara potensi ternak mereka ada. Salah seorang peserta dari TTU mengatakan “Pulang dari kegiatan ini, saya akan paksa suami untuk bangun biogas. Kami banyak sapi, kami juga punya lahan yang luas tetapi sangat kering, darpada kotorannya dibuang percuma lebih baik dimanfaatkan. Saya sudah dengar banyak hal tadi, bagaimana bioslurry mengembalikan kesuburan tanah, bisa pakai untuk media pelihara lemna untuk pakan ternak lagi. Selain itu jika pakai pupuk organik begini, aman bagi lingkungan, aman juga bagi kesehatan manusia. Semoga YRE mau bantu kami di TTU”.

 

Selanjutnya rombongan berkunjung ke Desa Kamanggih, untuk melihat praktik pengunanaan energi baru terbarukan yang pengelolaannya berbasis masyarakat. Di lokasi ini para peserta berkesempatan untuk bertemu dengan Bapak Umbu Hinggu dan para pengurus koperasi jasa Peduli Kasih yang selama ini mengelola pemanfaatan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) Mbaku Hau, yang juga di dampingi oleh Bapak Rudi Nadapdap dari HIVOS sebagai lembaga yang fokus di isu energi baru terbarukan dan saat ini juga sedang mendapatkan dukungan MCAI lewat program TERANG.
Secara singkat TERANG project bertujuan untuk mencapai dua hasil, termasuk peningkatan mata pencaharian pedesaan melalui pemanfaatan energi terbarukan di masyarakat pedesaan; dan model bisnis yang berkelanjutan dari teknologi Renewable Energy (RE) off-grid diadopsi.

 


 

Pada kesempatan ini, Bapak Umbu Hinggu menjelaskan tentang koperasi energi dan apa yang sudah, sementara dan akan dilakukan. Setelah menyampaikan presentase singkat, dilakukan dialog dan peserta banyak memberi apresiasi yang tinggi atas kinerja koperasi yang luar biasa serta  meminta tips- tips mengelola koperasi hingga pada hal hal teknis, bagaimana koperasi menjual listrik ke PLN, serta banyak pertanyaan lainnya tentang keberlanjutan koperasi, PLTMH dan semua sumber energi yang dikelola koperasi. Selanjutnya peserta diajak melihat Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di kampung Kalihi karena kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk berkunjug ke PLTMH.

 

 

Sabtu 22 April 2017, kunjungan dilanjutkan ke Kelurahan Maulumbi Sumba Timur yang merupakan salah satu lokasi dari Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT (KPB NTT) dan merupakan mitra MCAI untuk pelatihan singkat pembuatan pupuk bokasi cair dan padat pada kelompok tani “Marangga Hamu” dan Gapoktan “Harapan Baru”.

Bokasi merupakan satu istilah yang diberikan pada konsep pupuknisasi atau pemberian nilai pupuk pada media limbah tanaman dan hewan untuk kebutuhan kesuburan tanah bagi pertumbuhan tanaman yang ideal. Bokasi sangat diperlukan pada tanah pertanian yang kurang kesuburannya serta pada areal pertanian sempit atau intensifikasi. Pengunaan pupuk bokasi menjadi bagian dari praktik pertanian alami sebagai salah satu strategi adaptasi perubahan iklim.
“Kami dengar di tempat ini sudah ada praktik baik tentang budidaya bawang merah menggunakan pupuk bokasi, itu sebabnya kami datang kesini untuk belajar” demikian ungkap Ibu Angel dari Plan Internasional ketika menyampaikan tujuan kunjungan.

 

 
Hadir dalam kesempatan ini, Bapak Jafarudin dari Dinas Pertanian  dan Pangan Sumba Timur, yang selama ini menjadi pedamping kelompok tani dan gapoktan di Maulumbi ini. Beliau menceritakan bagaimana perkembangan kelompok, capaian-capaian apa yang sudah dihasilkan serta tantangan apa yang dihadapi, khususnya terkait budidaya bawang merah/ bawang tuk-tuk.
Selesai diskusi, kelompok dibagi tiga untuk praktek pembuatan bokasi padat dan cair. Kegiatan ini sepenuhnya dipandu oleh anggota kelompok tani Marangga Hamu yang sebelumnya telah dilatih oleh  KPB NTT dalam Pelatihan Hortikultura. Peserta dijelaskan langkah demi langkah mulai dari bahan-bahan pembuat bokasi  sampai cara pembuatannya oleh anggota kelompok tani. Terlihat dengan gembira dan percaya diri para petani ini membagi pengetahuannya dengan tamu dari luar Sumba.

 

 

Selain melakukan kunjungan di lokasi yang telah disebutkan, Plan Internasional juga berkunjung ke Kecamatan Haharu Sumba Timur di wilayah kerja WVI (Wahana Visi Indonesia) untuk belajar tentang program “Menanam Pohon Untuk Tabungan Anak”, diskusi dengan Pemda Sumba Timur di Aula Bappeda terkait kebijakan adaptasi perubahan iklim dan berkunjung ke Sumba Hotel School di Sumba Barat Daya untuk belajar tentang manajemen sampah dan pengolahan air limbah.
Menurut Pak Eka dari Plan Internasional, semua informasi dan pengetahuan yang didapatkan dari kunjungan ini akan menjadi inspirasi dan bahan pembelajaran penting yang nantinya diharapkan dapat juga dipraktikkan di TTU, Lembata dan Nagakeo untuk isu adaptasi perubahan lingkungan sehingga jika ada referensi baik maka dana stimulan untuk kegiatan yang akan dijalankan, diharapkan juga terkelola dengan baik dan berdampak bagi masyarakat luas.

 

Dalam salah satu policy brief yang dikeluarkan oleh Bank Dunia terkait adaptasi perubahan iklim, disebutkan bahwa Indonesia yang lebih berkelanjutan akan tercapai, salah satunya apabila pengelolaan lingkungan yang baik berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dengan mengurangi dampak pada masyarakat miskin dan pembagian keuntungan yng lebih baik. Selain itu, sumber daya terbarukan digunakan secara berkelanjutan, sementara yang tidak terbarukan dikembangkan secara bijaksana untuk investasi pada manusia dan modal fisik. Kunjungan Plan Internasional ke Sumba untuk melihat tentang pertanian rramah lingkungan dan pemanfaatan energi baru terbarukan kiranya menjadi inspirasi untuk kerja-kerja selanjutnya. Karena itu mari terus bertukar pengetahuan untuk bumi yang lebih baik. **

Feedback
Share This: