Bagaimana Mengatasi Kemiskinan, Konservasi Lingkungan, Buruh Migran dan Ketimpangan Gender dalam Satu Tepukan?

Anda di sini

Depan / Bagaimana Mengatasi Kemiskinan, Konservasi Lingkungan, Buruh Migran dan Ketimpangan Gender dalam Satu Tepukan?

Bagaimana Mengatasi Kemiskinan, Konservasi Lingkungan, Buruh Migran dan Ketimpangan Gender dalam Satu Tepukan?

Ratusan orang mulai memadati Aula Al-Bahra yang ada di Selong Lombok Timur. ratusan orang tersebut terdiri dari berbagai element bersatu padu berkumpul di tempat  yang sama, ada yang berasal dari, mahasiswa, masyarakat , LSM, Pemerintah (Desa hingga ke kecamatan) yang ada di  12 desa, pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat terutama perempuan.
Berkumpulnya masyarakat dan pemerintah bukan melakukan kegiatan demonstrasi. Masyarakat dan pemerintah dikumpulkan jadi satu dalam sebuah acara seminar. Seminar yang diadakan oleh ADBMI & Friend bertujuan supaya mendapatkan masukan dalam rangka perbaikan strategi, peluang integrasi/sinergi dan menjaring ide-ide terkait program.


Seminar yang bertemakan  “Bagaimana Mengatasi Kemiskinan, Konservasi Lingkungan, Buruh Migran dan Ketimpangan Gender dalam Satu Tepukan?”  lebih menekankan kepada para buruh migran terutama mantan buruh migran. Berawal dari isu-isu yang berkembang dikalangan masyarakat tentang bagaimana mengentaskan kemiskinan yang sampai saat ini menjadi perhatian semua pihak. Seperti yang ditawarkan oleh ADBMI bagaimana mengatasi persoalan tersebut hanya dengan satu tepukan dan yang terintegrasi  sehingga memberikan berkontribusi pada kelestarian lingkungan khususnya kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
Seperti yang di jelaskan dalam acara seminar oleh narasumber yang kebetulan disampaikan oleh bapak Kepala Bappeda Lombok Timur. Angka kemiskinan di NTB belum menunjukkan perubahan  tinggi walaupun terjadi  penurunan.  Menurut data BPS Maret 2016, jumlah pengangguran terbuka tercatat sebanyak 9,42 juta orang (8,48%) dari total angkatan kerja sekitar 111,4 juta orang. Dari jumlah 9,42 juta orang pengangguran tersebut, terdiri dari 7,4 juta orang (78,38%) adalah pemuda usia produktif. Sementara Jumlah Penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita/bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 28,01 orang (10,86 %). Ditambah lagi data tahun 2013 yang dikeluarkan oleh BPS mengungkapkan bahwa, angka kemiskinan pada 8 (delapan) kecamatan di Lingkar TNGR tersebut sangat tinggi.
Kemiskinan, kerusakan hutan, buruh migran, ditambah lagi adanya ketimpangan Gender menjadi  permasalahan yang komplit disetiap daerah terutama di Lombok Timur. Memandang ini merupakan isu yang butuh perhatian dan harus diatasi, konsorsium ADBMI yang didanai oleh MCA-Indonesia, melakukan terobosan lewat program “Perluasan Program Peningkatan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Miskin Yang Menjadi Buruh Migrant Di 12 Desa Lingkar TNGR Di Kabupaten Lombok Timur Melalui Pengembangan Bisnis Berbasis Sumber Daya Alam Yang Berkelanjutan Dan Sensitif Gender” .


Masalah lapangan pekerjaan, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di sekitar area hutan selama ini belum ada capaian  peningkatan secara optimal. Banyaknya pengangguran dan ditambah lagi dengan jumlah angka kemiskinan di lingkar TNGR masih terus mengalami peningkatan. Inilah kenapa, kemiskinan seolah-olah menjadi stimulan untuk mendorong masyarakat melakukan aktivitas pengelolaan hutan secara eksploitasi bahkan terjadinya Illegal Logging dan kerusakan mulai ada di depan mata.
Ketika pemerintah sudah mengeluarkan berbagai macam aturan terkait pelarangan untuk eksploitasi hutan. Masyarakat mulai mencari alternatif dengan cara menjadi buruh migran. Setelah ditemukannya jalan baru untuk bagaimana mengubah dan keluar dari lingkaran kemiskinan, muncul lagi permasalahan tambahan. Bias gender menjadi permasalahn baru setelah ada alternatif tersebut. Para lelaki memilih untuk pergi keluar negeri dengan meninggalkan istri mereka. Di sinilah awal permasalahan itu terjadi, para perempuan yang di tinggal suaminya akan menanggung beban baru, mulai dari mengurus anak, hingga menjaga harta benda bahkan tidak sedikit para perempuan bekerja demi menutupi kebutuhan anak-anaknya sebelum kiriman datang. Di tambah lagi para perempuan tidak memiliki kewenangan lebih dalam pengelolaan remittance.


Demikian sebaliknya, jika perempuan yang jadi TKW. Temuan kasus di keluarga buruh migran terutama suami/istri yang tinggal di rumah atau kampung halaman, memanfaatkan uang remittance untuk biaya yang tidak lagi memberikan manfaat. Intinya, Bias gender turut berkontribusi dalam migrasi tidak sehat yang sedang berlangsung sekarang. Menjadi buruh migran dipandang belum bisa menyelesaikan permasalahan. Jika para buruh migran ini kembali ke kampung halaman makan akan di jumpai lagi aktivitas seperti yang dijelaskan di atas.
Melihat fenomena seperti ini, ADBMI & Friends melakukan upaya bagaimana mengentaskan kemiskinan lewat pendekatan rumah tangga dan kemampuan bisnis bagi masyarakat di lingkar TNGR. Dalam seminar yang dilaksanakan hingga siang hari ini didapatkan masukan supaya dalam mengatasi masalah yang berantai ini bisa di atasi hanya dengan satu tepukan.
Pendekatan dari level rumah tangga hingga bagaimana menumbuhkan perekonomian masyarakat lingkar hutan TNGR lewat pendekatan bisnis yang akan diupayakan. Untuk menjawab ini, hadir juga perwakilan dari lembaga keuangan yang diwakili oleh Bank BRI cabang Lombok Timur. Tujuannya mendatangkan pihak perbankan, supaya BRI sebagai salah satu pengelola keuangan mampu mendorong  pertumbuhan ekonomi masyarakat lingkar TNGR.

Feedback
Share This: