Air Seeding: Inovasi Program Reforestasi
Konawe Selatan - Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, secara nasional lahan kritis dan rusak yang perlu dihijaukan kembali seluas 24,3 juta hektare. Untuk mengatasi luas lahan kritis yang semakin meningkat, perlu diimbangi dengan suatu metode rehabilitasi yang tepat. Penaburan benih dari udara (air seeding) merupakan alternatif solusi untuk menanggulangi lahan kritis yang semakin meningkat. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho, saat memberikan sambutan dalam kegiatan Launching of Air Seeding, Penanaman Perdana Melalui Udara, Jumat (15/09) di Kecamatan Landono, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Lebih lanjut, Hilman mengatakan akumulasi lahan kritis di tiga kabupaten Sulawesi Tenggara yang meliputi Kolaka Timur, Konawe, Konawe Selatan mencapai 291.669 hektare yang terdiri dari 122.471 hektare kawasan hutan dan 169.198 hektare kawasan luar hutan. Jumlah ini diperkirakan akan semakin bertambah bila tidak diimbangi dengan metode rehabilitasi yang cepat. Yayasan Kalla dengan kemitraan pendanaan bersama MCA-Indonesia merehabilitasi 7.000 hektar lahan kritis di ketiga kabupaten tersebut, dengan mengombinasikan air seeding dan penanaman manual.
Karena itu, ia mengapresiasi kegiatan air seeding sebagai sebuah terobosan reforestrasi. “Jika terbukti efektif, KLHK akan mereplikasi kegiatan air seeding di tempat-tempat lain seperti di Jawa Barat, tepatnya di sekitar kawasan perbukitan yang dilalui sungai Citarum,” ujar Hilman.
Direktur Pelaksana Yayasan Kalla Rochmat Jatmiko mengatakan penanaman bibit pohon secara manual akan dilakukan di atas lahan seluas 1.500 hektare, sementara penebaran benih dengan menggunakan helikopter (air seeding) seluas 5.500 hektare.
Benih yang ditabur sebanyak 11 ton yang diterbangkan oleh helikopter selama 55 jam atau sekitar dua minggu. Setiap jamnya, helikopter dapat menaburi benih seluas 100 hektare. Jenis bibit yang disediakan antara lain Sengon Laut, Sengon Buto, Gmelina, Akasia Mangium serta Kaliandra Merah dan Kaliandra Putih.
Menurut Rochmat sebelum kegiatan air seeding, banyak kegiatan yang dilakukan seperti pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. “Kami menyadari, jika perbaikan hutan tidak diimbangi dengan penguatan kapasitas manusia, keseimbangan ekosistem yang kita harapkan tidak akan terjadi,” tutur Rochmat.
Metode air seeding sangat berguna untuk mencapai lokasi yang sulit diakses, seperti perbukitan atau lembah yang curam. Manager Reforestasi Yayasan Kalla, Ali Imran menjelaskan air seeding lebih cepat dibanding metode manual dengan menanam. Dari sisi biaya, metode air seeding juga jauh lebih murah dibandingkan penanaman secara manual karena tidak ada lagi biaya tanam dan biaya tukang tanam. Penaburan benih melalui udara juga mempunyai jangkauan yang lebih luas. Untuk lahan seluas satu hektare, benih yang ditabur sekitar 30 ribu biji. Dari jumlah tersebut, benih yang nantinya akan tumbuh sekitar 800-1000 pohon. Ini lebih efisien dibandingkan menggunakan tenaga petani untuk menanam di lokasi yang sulit dan cakupan wilayahnya sangat luas.
Wakil Direktur Hibah Kemitraan MCA-Indonesia Hery Kameswara berharap skema kerja sama dalam program reforestasi di Sulawesi Tenggara, khususnya metode air seeding bisa berkontribusi penting terhadap upaya pemerintah untuk mengatasi lahan kritis, sekaligus untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Reforestasi di Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan kerja sama Yayasan Kalla dengan MCA-Indonesia di bawah Proyek Kemakmuran Hijau yang bertujuan mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan rendah karbon dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat pedesaan melalui pola pendekatan ramah lingkungan. Proyek yang sudah dimulai sejak Januari 2016 ini berlangsung di sekitar 90 desa di tiga kabupaten. Selain program reforestasi, Yayasan Kalla juga melakukan pelatihan kepada 7.000 petani kakao dan wanatani (agroforestry), rehabilitasi kebon kakao seluas 10.500 hektare, dan pelatihan fermentasi biji kakao bagi 260 orang.
Wakil Bupati Konawe Selatan, Arsalim memberikan apresiasi atas terselenggaranya penaburan benih melalui udara yang nantinya dapat membantu masyarakat Konawe Selatan dalam mengatasi lahan kritis. Ditambahkannya, meski kewenangan penanganan kawasan hutan telah dialihkan ke provinsi, tetap diperlukan kordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak-pihak terkait.
Zaenuddin (31 tahun) dan Mastin (37 tahun) petani kakao di Desa Landono bersyukur dengan adanya program reforestrasi. Pasalnya, melalui program reforestrasi mereka dapat memperoleh bibit tanaman secara gratis untuk ditanami di lahan mereka. “Dulu kami susah mencari dan mendapatkan bibitnya. Tapi dengan adanya program ini, kami diberikan bibit untuk ditanami. Kami berharap, setiap tahunnya program reforestrasi ditingkatkan lagi,” pungkas Mastin. (Amir Gofur dan Intan Febriani/MCA-Indonesia)
Sumber: http://www.mca-indonesia.go.id/id/our_news/news/air_seeding_an_innovativ...