Komitmen Pemdes lewat Alokasi ADD bagi Pembangunan Biogas Rumah
Hivos dan Yayasan Rumah Energi (YRE) yang telah sukses menjalankan Program Biogas Rumah (BIRU) di Indonesia, saat ini juga sedang mengimplementasikan sebuah program yang merupakan dukungan dari Green Prosperity – Millenium Challenge Account – Indonesia (MCAI). Program ini hadir untuk melanjutkan program BIRU (Biogas Rumah) dalam meningkatkan ketrampilan dan kapasitas tenaga kerja manajemen pertanian terintegrasi untuk memanfaatkan ampas biogas (bio slurry) sebagai pupuk organik melalui PROGRAM GADING (Gathering and Dissemination of Information and Green Knowledge for A Sustainable Integrated Farming Workforce in Indonesia).
Kehadiran bio slurry yang dicampur dengan bahan organik lainnya menghasilkan beragam jenis pupuk dalam bentuk cair, padat, kompos dan bahkan sebagai pestisida. Program ini pada akhirnya dapat membantu pengguna biogas menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, melestarikan lingkungan yang juga akan berdampak pada pola konsumsi untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga secara khusus dan masyarakat umum. Program GADING sendiri merupakan kegiatan pengumpulan informasi dan penyebaran pengetahuan, pertanian terintegrasi, tenaga kerja, dengan fokus pada pengelolaan pengetahuan dan tenaga kerja.
“Ruang ini sebenarnya juga hendak kami manfaatkan untuk mendorong pemerintahan kecamatan dan desa memberikan dukungannya lewat dana desa untuk pembangunan biogas, lewat berbagi cerita sukses dan pengetahuan tentang biogas dan bisnis pengolahan limbahnya selama ini” demikian menurut Ibu Arni Djawa selaku Gender Specialist dari Yayasan Rumah Energi.
Kegiatan pertama dilakukan di Kecamatan Kota Waikabubak tanggal 9 Februari 2017 dan kegiatan kedua dilaksanakan di Kecamatan Lamboya tanggal 17 Februari 2017. Dalam masing-masing kegiatan peserta yang hadir sekitar 20 orang yang berasal dari unsur pemerintah kecamatan, pemerintah desa, pendamping lokal desa, tenaga ahli teknologi tepat guna dan tenaga ahli kabupaten (dari program Kementerian Desa). Dengan output kegiatan berupa “Berita Acara Komitmen Pemerintah Desa untuk Mengalokasikan Dana Desa Bagi Pembangunan Biogas Rumah”.
Dari proses diskusi yang terbangun, terlihat antusiasme peserta untuk memanfaatkan biogas. Bukan sekadar untuk mendapatkan “api” untuk memasak tetapi lebih kepada limbahnya untuk pupuk. Adanya kebijakan nasional tentang pengurangan pupuk bersubsidi membuat petani harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk membeli pupuk (khususnya pupuk kimia/pabrikan). Sehingga keberadaan bioslurry menjadi salah satu langkah untuk menjawab tantangan pembangunan sektor pertanian ini. Biasanya bioslurry padat digunakan sebagai pupuk dasar setelah membalik tanah dan sebelum menanam padi ataupun jagung sementara bioslurry cair akan diaplikasikan setelah tanaman berusia tertentu.
Tentu saja untuk kita yang tidak bercocok tanam, kesulitan mendapatkan pupuk bukan masalah. Tetapi bagi sebagian besar penduduk di Sumba yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, pengurangan biaya produksi berupa biaya pembelian pupuk sangatlah berarti. Tidak hanya itu saja, mereka juga sudah mulai paham bagaimana manfaat pupuk organik bagi kesuburan tanah maupun kesehatan tubuh manusia. Itu sebabnya salah seorang peserta dari Kecamatan Lamboya menegaskan:
“Biar tidak ada alokasi dana desa untuk kami, kami siap swadaya untuk bangun biogas karena kami mau dapat manfaat yang lebih banyak dari limbahnya itu”.
Dalam Statistik Pertanian Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015-2016 untuk tanaman pangan dipaparkan bahwa dalam periode Januari – Desember 2015 Kecamatan Kota untuk komoditas padi sawah merupakan kecamatan dengan luas panen 1985 hektar atau di urutan kedua setelah Kecamatan Loli seluas 3970 hektar dan Kecamatan Lamboya seluas 920 hektar berada pada urutan keempat dari total 6 Kecamatan yang ada di Sumba Barat. Sedangkan untuk komoditas padi ladang, Kecamatan Lamboya seluas 295 hektar berada di urutan ketiga untuk luas panennya setelah Kecamatan Laboya Barat 1078 hektar dan Tana Righu 643 hektar.
Salah satu kisah sukses yang diceritakan dalam kegiatan ini adalah kisah tentang Ibu Martina Tara Amah dari Kecataman Lewa, Sumba Timur. Mama Martina dan suaminya, saat ini sudah mulai berbisnis bioslurry cair dengan harga Rp50.000/5 liter bukan saja bagi pembeli di sekitar rumahnya namun juga sudah merambah ke Kabupaten Sumba Tengah. Biogas yang dimanfaatkan ini merupakan unit biogas yang dibangun oleh Yayasan Sumba Sejahtera lewat program Sumba Iconic Island (SII) dengan dukungan Hivos pada tahun 2014. Saat ini, setelah mengikuti Pelatihan Pakan Ternak bulan Juni 2016 oleh YRE lewat prohram GADING, mereka mulai memanfaatkan bioslury untuk media tanam lemna sp sebagai pakan ternak untuk ikan nila, ayam dan babi. Penjualan bioslurry milik Mama Martina hampir mirip dengan kios sembako karena setiap hari pasti ada saja pembelinya. Rata-rata dalam sehari beliau menjual bioslurry seharga Rp 50.000.
“Khusus untuk bulan Januari tahun ini saja Mama Martina mendapatkan sekitar 10 karung padi (1 karung isinya 100 kilogram) dari hasil barter dengan bioslurry cair” jelas Ibu Arni Djawa.
Ada hal menarik lain juga yang muncul dalam kegiatan ini, dimana menurut tenaga ahli kabupaten dan pemerintah kecamatan selama ini mereka cukup kesulitan untuk membuat perencanaan yang terkait dengan EBT (Energi Baru Terbarukan) bagi dana desa sehingga dengan adanya ruang berbagi pengetahuan mereka berharap nantinya akan dapat memfasilitasi pemerintah desa dalam penyusunan RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa) sehingga dapat merencanakan pemanfaatan EBT dengan pendekatan potensi alam dan aset lokal lainnya.
Pada akhirnya kita memang paham bahwa program GADING sebenarnya hendak merangsang ketahanan masyarakat desa dengan fokus pada bisnis pengolahan limbah biogas baik skala rumah tangga maupun lebih luas lain ke depannya dan sinergi dengan berbagai pelaku pembangunan lainnya adalah kunci untuk mewujudkan harapan baik ini. Kiranya komitmen pemerintah desa yang sudah dihasilkan dari proses ini akan menginspirasi banyak komitmen lainnya untuk terus mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan kegiatan-kegiatan peningkatan ekonomi yang rendah emisi seperti ini.**