Desa In Action, Listrik dari Desa
Daripada menyalahkan kegelapan, lebih baik menyalakan sebuah lilin untuk pelita. Kata-kata bijak ini tepat menggambarkan sosok Bapak Lalu Sapardi. Lalu Sapardi, Kepala Dusun Karang Petak Desa Aikmel Utara Kabupaten Lombok Timur. Pada tahun 2007, sebanyak 9 kecamatan di Lombok Timur termasuk Kecamatan Aikmel mengalami gelap total setelah kerusakan yang terjadi pada Koperasi Listrik Pedesaan (KLP) Sinar Rinjani, akibatnya melewati 9 kecamatan tersebut usai matahari tenggelam seperti melewati kota mati, segenap warga kembali seperti masa lalu tanpa listrik.
Nun Jauh di kampung terpencil, di Dusun Karang Petak Desa Aikmel Utara Kecamatan Aikmel puluhan warga di kampung itu tidak pernah merasakan kegelapan total. Saat ratusan kampung lainnya gelap, justru di kampung ini masih bisa menikmati penerangan listrik. Bukan tanpa sebab, warga di kampung ini bisa tetap menikmati listrik berkat tangan dingin Bapak Lalu Supardi. Dari tangan beliau yang memiliki latar belakang Sarjana Agama, listrik tidak pernah padam di kampung itu, hingga kini setelah PLN masuk.
Kondisi terdesak membuat orang kreatif mencari jalan keluar dari masalah. Kerusakan KLP Sinar Rinjani membuatnya memutar otak mencari solusi agar listrik tetap mengalir ke kampungnya. Supardi pernah menonton TV tentang Pembangkit Listrik Tenaga Mikroh Hidro (PLTMH) tertarik dengan teknologi itu, apalagi Aikmel Utara adalah salah satu gudang air di Aikmel. Singkat cerita, akhirnya beliau berhasil membuat PLTMH yang melistriki 74 kepala keluarga hingga saat ini.
Cerita inspiratif ini disampaikan oleh Bapak M. Munir dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Lombok Timur pada Diskusi dan Pemutaran Film “Asa dari Cahaya” yang mengangkat Tema “Pemanfaatan dan Pengelolaan Energi Terbarukan Berbasis Masyarakat” yang dilaksanakan oleh Yayasan BaKTI pada tanggal 24 November 2016 bertempat di Rumah Makan Baraya Selong Lombok Timur. Diskusi ini dihadiri 30 orang peserta terdiri dari perwakilan SKPD terkait dari Bappeda, Dinas PU dan ESDM, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa, Bumdes dan Koperasi, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Media Salaparang TV, LSM Lokal Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Timur, Lombok Research Center (LRC), serta perwakilan mitra penerima hibah Proyek Kemakmuran Hijau MCA – Indonesia seperti dari Gema Alam dan Rimbawan Muda Indonesia.
Diskusi yang berjalan aktif, kaya informasi ini dipandu oleh Ibu Luna Vidya. Belajar dari yang didokumentasikan di dalam film, ada tiga kisah dari 3 desa yang berusaha membangun diri mereka, ini gambaran dari respon masyarakat dari krisis energi. Jangan sampai terjadi seperti di Desa Mamben Daya Wanasaba Lombok Timur dimana investor yang masuk ke desa untuk membangun pembangkit listrik tanpa melibatkan masyarakat, untuk kemudian menjual listrik ke PLN dan PLN menjual listrik ke masyarakat. Miris mendengarnya, masyarakat segerap perangkat desa hanya menjadi penonton. Hal ini harusnya tidak terjadi, apabila dari awal masyarakat dipersiapkan untuk mengelola sendiri potensi sumber daya yang dimiliki dalam hal ini potensi air untuk dapat dimanfaatkan dan dikelola menjadi energi terbarukan berbasis masyarakat. Perlu ada pendampingan ke masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama tidak hanya meningkatkan kapasitas dan pengetahuan mereka juga untuk mengubah mind set masyarakat bahwa mereka berdaya dan mampu mengelola sendiri sumber listriknya dan tentunya berdampak lanjut pada perkembangan ekonomi lokal masyarakat menjadi kunci keberlanjutan pembangkit listrik energi terbarukan berbasis masyarakat.
Dinas PU dan ESDM sebagai leading sector menjaga koordinasi dan memastikan keterlibatan semua unsur/pihak (Pemerintah Daerah, Investor, PLN dan masyarakat yang diwakili oleh perangkat desa) mulai dari proses perencanaan sampai pada selesainya pembangunan pembangkit, memastikan ada pendampingan ke masyarakat yang akan menjalankan pengelolaan energi terbarukan. Termasuk juga memastikan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit energi terbarukan ini digunakan oleh masyarakat, kenyataan saat ini ada beberapa PLTMH yang dibangun oleh masyarakat kalah bersaing dari listrik yang dijual oleh PLN. Walaupun memang saat ini pengoperasiannya masih terkendala debit air yang berkurang memasuki musim kemarau, selain itu maraknya illegal logging, perambahan hutan menyebabkan sumber mata air semakin berkurang. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan aktif melakukan pemeliharaan mata air dengan menggunakan skala prioritas di dalam dan di luar kawasan hutan serta membagikan bibit gratis ke masyarakat untuk menanam pohon, membuat embung menampung air saat berlebih di musim penghujan.
Untuk model pengelolaannya baik dalam bentuk koperasi maupun Bumdes diserahkan kepada masyarakat, peran dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi untuk mendampingi masyarakat dalam proses perencanaan hingga pembentukan koperasi.
Diakhir, perencanaan dan kebijakan anggaran harus sejalan, seringnya penganggaran untuk pendampingan di akhir program masih tidak dianggap penting sehingga sering kali dicoret dari bagian perencanaan.
Pesan penting dari diskusi ini, untuk mengelola pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan memerlukan pemahaman, pengetahuan, perubahan paradigma masyarakat. Komunikasi dengan masyarakat membutuhkan keahlian khusus, begitupun untuk menggali kebutuhan dan minat masyarakat akan pengelolaan potensi sumber daya yang dimiliki. Siapa yang akan melakukan peran ini? Menjadi PR bersama yang harus dikerjakan segera.