Rencana Aksi Desa dan Kajian Lingkungan Hidup Dalam Sinergi Program Kegiatan Perencanaan Desa

Anda di sini

Depan / Rencana Aksi Desa dan Kajian Lingkungan Hidup Dalam Sinergi Program Kegiatan Perencanaan Desa

Rencana Aksi Desa dan Kajian Lingkungan Hidup Dalam Sinergi Program Kegiatan Perencanaan Desa

Salah satu penerima hibah Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat/Jendela 2 dari Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia yang mulai bekerja di Pulau Sumba sejak bulan Juli 2016, adalah Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan Nusa Tenggara Timur (KPB NTT). KPB NTT dikoordinator oleh CIS Timor dan beranggotakan 9 lembaga yaitu Yayasan Wali Ati, Yayasan Harapan Sumba, Satu Visi, Koppesda, Pakta, Pelita Sumba, Waimaringi dan Bengkel Appek. Konsorsium ini mengusung nama program “Optimasi Pengelolaan DAS Kambaniru, Karendi dan Mangamba Katewel Melalui Aksi Konservasi Lingkungan dan Peningkatan Ekonomi Berbasis Masyarakat di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
Salah satu capaian yang dihasilkan dari proyek ini adalah mendorong integrasi isu pertumbuhan rendah emisi di dalam rencana pembangunan desa. Saat ini pembangunan berbasis lingkungan masih terbatas di tingkat kabupaten sehingga melalui proyek ini KPB NTT menginisiasi desa merencanakan pembangunan desa berbasis lingkungan karena sejatinya pembangunan berbasis lingkungan tidak hanya di tingkat kabupaten tetapi dari wilayah terdasar yakni desa. Isu pertumbuhan rendah emisi ini, disusun dalam sebuah rencana aksi desa sebagai acuannya.

Pada kuartal ketiga proyek ini, pemerintah desa sudah diberikan sosialisasi tentang bagaimana pentingnya menyusun perencanaan pembangunan berbasis lingkungan yang dimulai dari desa dan membuat draft rencana aksi desa yang dapat diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan desa. Saat ini dari 30 desa dampingan KPB NTT, ada 6 desa yang telah mempunyai RADes (Rencana Aksi Desa) dan 3 desa diantaranya telah mengintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan desa untuk tahun 2018/2019 karena ruang integrasi perencanaan pembangunan tahun 2017/2018 telah berakhir.

 

Dalam rangka merampungkan RADes untuk seluruh desa dampingannya serta menyusun rencana dan strategi integrasi ke dalam dokumen perencanaan pembangunan tahun 2018/2019, tanggal 15-16 Mei 2017 lalu bertempat di Aula Wisma Cendana Waingapu Kabupaten Sumba Timur, KPB NTT melaksanakan “Workshop Integrasi Rencana Aksi Desa Untuk Mitigasi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca ke Dalam Rencana Pembangunan Desa di Wilayah DAS Kambaniru”. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari 10 desa/kelurahan yang ada di DAS (Daerah Aliran Sungai) Kambaniru dimana masing-masing desa mengirimkan 2 peserta dari unsur pemerintah desa dan penerima manfaat. Adapun wilayah kerja di DAS Kambaniru mencakup Kelurahan Mauliru dan Maulumbi, Desa Kiritana, Mbatakapidu, Ngarukahiri, Waikabanu, Mahaniwa, Lukukamaru, Maidang dan Katikuwai.

Secara umum kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini diisi dengan pemberian materi terait alur,tahapan dan sistematika RADes, tips dan trik penyusunan RADes, strategi integrasi rencana aksi desa dalam dokumen perencanaan pembagunan tahun 2018/2019 dan juga diskusi kelompok untuk penyusunan draft RADes dan review RKPDes untuk melihat rencana program kegiatan dan potensi masalah. Kegiatan yang sama juga dilakukan oleh KPB NTT pada tanggal 17-18 Mei 2017 untuk desa-desa dampingan yang berada di wilayah DAS Karendi (Kabupaten Sumba Tengah).

Perencanaan Desa dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Dalam perencanaan pembangunan di desa, umumnya kita semua telah mengenal banyak tentang analisi mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Namun belum banyak yang mengetahui bahwa dalam satu dekade terakhir telah berkembang pula instrumen baru yang dikenal sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Perencanaan Desa yang diatur melalui UU Nomor 6/2014 tentang Desa dan Permendagri 114/2014 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa belum sepenuhnya mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan hidup melalui analisa terhadap perencanaan desa. Sementara pelaksnaan KLHS yang diamanatkan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Permendagri Nomor 56/2012 tentang penerapan KLHS pada dokumen perencanaan untuk pengendalian kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan yang diluncurkan hanya untuk pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota. Padahal pelaksanaan pembangunan juga terdapat di tingakat desa.

 “RADes menginisiasi semacam pendekatan KLHS, analisis lingkungannya. Kita sebenarnya berupaya untuk mengurangi dampak-dampak negatif dari sisi pembangunannya, karena memang belum ada aturannya. Di tingkat kabupaten saja belum semua memiliki KLHS. Sehingga jika ada inisiasi dari tingkat desa tentang integrasi KLHS ke dalam perencanaan pembagunannya, kita berharap ini mendorong hal yang sama terjadi di tingkat kabupaten” demikian penjelasan Bapak Wisnu Wardhana selaku konsultan ESMS (Enviromental and Social Management System) KPB NTT.

 

 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan. KLHS tertuang dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembuatan KLHS ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah, serta penyusunan kebijakan dan program pemerintah
Maka RADes yang dilakukan dengan pendekatan KLHS diharapkan dapat memfasilitasi lahirnya program/kegiatan yang berorientasi keberlajutan. Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa prinsip-prinsip dan tujuan keberlanjutan dapat diintegrasikan dalam pengambilan keputusan sejak dini. Melalui pendekatan ini dapat difasilitasi terbentuknya kerangka kerja yang berkelanjutan dan dapat digunakan sebagai pemandu untuk rencana dan program /kegiatan serta untuk menelaah rencana dan program/kegiatan yang tengah berjalan.
Selain itu RADes melalui pendekatan KLHS untuk jaminan keberlanjutan lingkungan hidup dalam pembangunan di tingkat desa yang disinergikan dengan program perencanaan desa yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)/ Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) merupakan pendektana terpadu untuk menelaah aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup secara simultan sebagai upaya untuk tercapainya tujuan dan kriteria pembangunan berkelanjutan. RADes yang akan direncanakan dapat memberikan telaahan kritis terhadap kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang akan mempertimbangkan pada karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan di masyarakat dan hasil inventaris lingkungan hidup.

Mengapa perlu RADes dengan Pendekatan KLHS?
Ada 4 hal yang dapat diajukan untuk memjawab pertanyaan ini. Pertama, umumnya perencanaan yang telah dibuat sudah merespon dan mengakomodir isu-isu lingkungan hidup, namun posisinya seringkali bertabrakan (dikotomis) dengan tujuan pembangunan lainnya.  Kedua, target pencapaian tujuaj ekonomi belum sepenuhnya diimbangi denga target-target pencapaian lingkungan hidup. Ketiga, pendekatan untuk koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas yang ada saat ini belum memadai. Keempat, diperlukan pergeseran/re-orientasi perencanaan pembangunan.

 

Umumnya RADes disusun berdasarkan masalah-masalah yang muncul. Namun dengan kegiatan ini KPB NTT berharap dapat menyusun RADes yang terencana sejak dini dalam mengurangi masalah yang akan timbul dengan berorientasi pada: sesuai kebutuhan, didorong oleh motif keberlanjutan, lingkup yang komprehensif dan relevan dengan kebijakan dan norma di masyarakat melalui proses-proses yang partisipatif, transparan dan akuntabel yang mempertimbangkan aspek lingkungan hidup, efektif biaya dan keberlanjutan. Selain prinsip-prinsip dasar tersebut juga terformulasi nilai-nilai yang dipandang penting untuk dianut dalam pelaksanaan KLHS seperti keterkaitan antar komponen, keseimbangan antar aspek dan keadilan (tidak memarginaliasi kelompok tertentu).**

Feedback
Share This: