Mau Sejahtera? Serius Dong!

Anda di sini

Depan / Mau Sejahtera? Serius Dong!

Mau Sejahtera? Serius Dong!

Sudah tujuh belas tahun kami garap lahan (Hutan Kemasyarakatan/HKm), tapi hingga kini kami belum sejahtera. Jadi, kapan kami keluar dari kemiskinan? Jumahir, Ketua HKm Sambelia

“Pertanyaannya, NTB niat tidak? Kita serius tidak? Kalau serius ayooo...!”, demikian pertanyaan yang dilontarkan Ibu Erna Rusdiana kepada audien saat menanggapi pernyataan dari Pak Jumahir, Ketua HKm Sambelia, yang dijawab gemuruh peserta. Menurutnya, NTB secara perkembangan hingga saat ini memang sudah mulai menunjukkan progres. Namun jika ingin mengentaskan kemiskinan (masyarakat pinggir hutan), pemerintah daerah dan masyarakat termasuk NGO harus kerja bersama-sama. Disinilah keseriusan itu dibutuhkan. Pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat pinggir hutan haruslah memenuhi dua aspek. Yaitu pertama legalitas, karena yang akan di kelola adalah hutan maka masyarakat harus memiliki legalitas untuk itu tugas pemerintah daerah dan NGO untuk membantu masyarakat mendapatkan ijin tersebut. Sehingga segala aktivitas mnegelola lahan baik subsisten maupun untuk kegiatan ekonomi menjadi legal. Kedua, dalam pendampingan masyarakat juga harus diedukasi. Ini menjadi penting untuk meningkatkan kapasitas, merubah pola pikir dan membuka akses baik finansial dan juga pasar.

Kementarian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki peran bagaimana agar hutan yang kita miliki ini dapat terjaga. Sedangkan pemberdayaannya, tersebar dibeberapa kementerian lainnya. Kementerian Desa, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Pertanian dan juga BUMN. “Bahkan saat ini BNI sebagai salah satu BUMN telah menerbitkan Kartu Tani Perhutanan Sosial, melalui kartu ini petani bisa mendapatkan pembiayaan untuk saprodi. Namun tentu ada mekanisme yang harus dilalui”, papar Bu Erna yang merupakan Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Direktorat PSKL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI saat menghadiri Dialog Percepatan Perhutanan Sosial Menjawab Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Pinggir Hutan di NTB pada tanggal 13 Septembet 2017 lalu di Hotel Aston Inn Mataram. Hadir juga pembicara lain pada dialog tersebut yaitu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Madani Mukarom, B.ScF., M.Si., Bappeda NTB, Ir. Eko Dwi Sukmanto dan GPM Lot.2 MCA Indonesia, Jamal Rawi. Kegiatan yang didukung penuh oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia ini dihadiri oleh beberapa OPD di lingkup provinsi seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KPH Rinjani Timur dan Barat, serta beberapa kelompok HKm dan Kelompok Wanita Tani.

Diakui oleh Pemerintah NTB bahwa memang hingga saat ini angka kemiskinan  di NTB masih cukup tinggi sekitar 16.2% dan berada diatas rata-rata angka kemiskinan Nasional. Jika dilhat dari program pembangunan NTB selama beberapa tahun terakhir  menunjukkan progress yang cukup signifikan. Dari capaian Millenium Development Goals (MDGs) NTB tiga tahun berturut mendapat predikat terbaik. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi NTB yang mencapai 5.82% pada tahun 2016, sementara angka pengangguran di NTB pada tahun yang sama tercatat sebesar 36%, dibawah angka pengangguran Nasional yang mencapai 44%. Sayang, pencapaian-pencapaian tersebut belum maksimal untuk mendorong NTB mencapai pembangunan dari sisi kemiskinan yang menargetkan 14% angka kemiskinan. Meski kerak kemiskinan di NTB sebenarnya berada pada angka 13% (BPS NTB, 2016). Karena itu, pemerintah NTB menyambut baik berbagai aktifitas grantee dalam mendorong Perhutanan Sosial dan pengembangan HHBK sebagai alternatif peningkatan ekonomi masyarakat pinggir hutan sehingga berkontribusi pada pencapaian RPJMD NTB.

Namun demikian, permasalahan perhutanan sosial di level tapak masih cukup kompleks. Diataranya target pemerintah pusat untuk mempercepat realisasi perhutanan sosial masih terkendala sistem perencanaan dan prioritas kehutanan di tingkat tapak, mekanisme penyelesaian konflik belum ada atau belum bekerja dengan baik, serta belum semua daerah memiliki prioritas pembangunan yang sama. Beberapa hal yang menjadi tugas besar dalam perhutanan sosial adalah pertama, Legalitas. Mendorong masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum dalam berbagai skema perhutanan sosial. Aspek ini menjadi penting untuk memberikan akses masyarakat untuk mengelola lahan dengan cara yang legal. Namun tidak berarti bahwa dengan adanya perijinan maka urusan perhutanan sosial sudah selesai. Tetapi pasca perijinan diperoleh, disanalah pekerjaan besar dimulai. Kedua, On Farm. Yaitu pengelolaan Kawasan Hutan yang terdiri dari pembibitan, manajemen lahan, penguatan kelembagaan pengelola hutan, plot percontohan, pelatihan, pengamanan (community patrol), dan restorasi ekosistem. Ketiga, Off Farm, yaitu pengolahan yang meningkatkan nilai tambah produk hutan. beberapa kegiatan yang dilakukan seperti pelatihan, kelembagaan/unit usaha, pembangunan infrastruktur, mesin/peralatan, pengurusan izin produk dan peningkatan kulitas produk dan kemasan. Keempat, Akses Pasar. Pasar menjadi hal penting untuk produk-produk HHBK yang dihasilkan oleh masyarakat. beberapa aktifitas yang dapat dilakukan adalah sertifikasi, pengembangan rencana bisnis, akses pembiayaan dan penjajakan kerja sama dengan pengusaha.

Berangkat dari hal tersebut maka sudah seharusnya pengentasan kemiskinan menjadi tugas bersama baik pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, masyarakat dan juga NGO. Diperlukan terobosan-terobosan dan kerja keras. Hadirnya tengkulak dalam kegiatan ekonomi masyarakat di pinggir hutan tidak seharusnya menjadi penghalang pemasaran. Disinilah diperlukan inovasi dan kreatifitas pemasaran. Jika perlu, masyarakat digiring untuk dapat menemukan sistem pemasaran dan tataniaga baru untuk dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sekali lagi, niat dan keseriusan berbagai pihak mutlak dibutuhkan.

Feedback
Share This: