Komitmen dan kearifan lokal sebagai modal pembangunan berkelanjutan

Anda di sini

Depan / Komitmen dan kearifan lokal sebagai modal pembangunan berkelanjutan

Komitmen dan kearifan lokal sebagai modal pembangunan berkelanjutan

Blue Carbon Consortium (BCC) melakukan konsultasi publik sebagai bagian dari rangkaian lokakarya yang dilakukan sebelumnya. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 17-18 November 2015 bertempat di Hotel Santika, Mataram.

Konsultasi Publik yang dilaksanakan melalui pendekatan Focus Group Discussion (FGD) ini bertujuan untuk menyempurnakan rancangan program yang sebelumnya telah disusun oleh Tim BCC agar segala aktivitas yang dilakukan tepat sasaran dan nyata sebagai kebutuhan daerah dan masyarakat untuk mendatangkan manfaat yang lebih besar.

Lebih lanjut dijelaskan oleh BCC yang diwakili oleh Bapak Suyono, SE bahwa kebutuhan yang diidentifikasi melalui konsultasi publik ini merupakan kebutuhan yang menjadi isu bersama untuk semua SKPD di Provinsi maupun Kabupaten lokasi proyek MCA Indonesia. Bila hal ini sudah menjadi isu bersama, akan memudahkan semua pemangku kepentingan untuk membangun komitmen dan dukungan dari semua pihak. Selain itu, merupakan bagian dari tanggungjawab semua pelaku pembangunan untuk melaksanakan Peraturan Gubernur No.51 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Melalui proses ini tim BCC dapat mengetahui potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh daerah serta hal-hal apa saja yang perlu untuk ditingkatkan. Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa semua kabupaten lokasi proyek (Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur) telah menyusun RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) namun belum terintegrasi dengan RPJM Desa. Ditambah pada desa lokasi proyek belum ada RPJM Desa dan Tata ruang Desa yang mengarah pada penerapan rendah emisi. Dari sisi sumber daya manusia, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dalam penyusunan dokumen SPRE (Strategi Pembangunan Rendah Emisi) yang masih cukup baru terutama pemerintah desa pesisir.

Disisi lain, keberadaan lembaga lokal atau kelompok masyarakat yang masih melestarikan kearifan lokal merupakan kekuatan yang dimiliki oleh desa-desa pesisir. Masyarakat pesisir masih sangat menghormati aturan-aturan non formal dan segan terhadap sangsi sosial yang akan mereka terima jika melanggar aturan tersebut. Sehingga keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat serta pemuda dalam aktivitas program akan menjadi modal besar dalam mencapai tujuan.

Untuk selanjutnya, dokumen hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis-Strategi Pembangunan Rendah Emisi (KLHS-SPRE) pesisir ini dapat memberikan rekomendasi tentang perencanaan tata ruang pembangunan desa dengan menyertakan kearifan lokal untuk memastikan strategi pembangunan rendah emisi yang inklusif. Rekomendasi selanjutnya adalah pembahasan praktik perikanan berkelanjutan yang dilakukan di desa-desa terpilih.  Untuk itu, dituntut kapasitas desa yang lebih baik dalam mengelola sumber daya pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim.

 

Feedback
Share This: