Kajian Potensi Pengembangan Usaha Produksi dan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Di Kabupaten Lombok Tengah

Anda di sini

Depan / Kajian Potensi Pengembangan Usaha Produksi dan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Di Kabupaten Lombok Tengah

Kajian Potensi Pengembangan Usaha Produksi dan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Di Kabupaten Lombok Tengah

Sebagai bagian dari pulau Lombok, Kabupaten Lombok Tengah memiliki karakter yang hampir sama dengan kabupaten lainnya di pulau tersebut. Daerah ini membentang dari Utara hingga ke Selatan, dengan ketinggian mulai dari 0 di Selatan dan 2000 mdpl  di bagian utara.  Bagian dataran tinggi ini merupakan areal kaki gunung Rinjani yang juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan telah menjadi penopang pertanian Lombok Tengah. Bagian ini meliputi Kecamatan Kopang, Peringgarata, sebagian Kecamatan Jonggat, Kecamatan Batukliang dan Batukliang Utara. Khususnya Kecamatan Batukliang Utara, beberapa desanya berbatasan langsung dengan kawasan hutan, berupa HKm dan Taman Nasional. Bagi masyarakat setempat, hutan dengan segala sumber daya di dalamnya dalam persepsi penduduk menjadi penopang utama kehidupan. Persepsi ini haruslah ditanggapi secara positif, sehingga berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggir hutan dapat tercapai tanpa mengabaikan kelestarian hutan. Terutama melihat fungsi desa-desa tersebut sebagai pemasok kebutuhan air bersih untuk sebagian Kabupaten Lombok Tengah.
Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggir hutan serta konservasi hutan inilah yang menjadi konsen dari salah satu grantee Kemakmuram Hijau Millennium Challenges Account (MCA) Indonesia, PT. Gaia Eko Daya Buana atau yang sering disebut Gaia DB, melalui program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa Melalui Rehabilitasi Ekosistem Hulu DAS di Gunung Rinjani dengan Agroforestri yang Berkelanjutan dan Rendah Emisi Karbon. Dalam program tersebut Gaia DB mendorong dan mengembangkan pengolahan hasil hutan bukan kayu (HHBK) sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dengan pengembangan HHBK ini diharapkan akan mengurangi ketergantungan masyarakat pinggir hutan pada Hasil Hutan Kayu (HHK). Peningkatan pengelolaan HHBK ini juga tentu juga diharapkan akan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan dari HHBK serta menumbuhkan kesadaran memelihara kawasan hutan dan yang tidak kalah penting adalah terciptanya lapangan kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari komoditas HHBK.


Pengembangan HHBK sebagai saah satu cara untuk meningkatkan  kesejahteraan masyarakat pinggir hutan di Lombok Tengah memang bukanlah hal yang baru, akan tetapi hingga saat ini pengembangan HHBK belum menunjukkan hasil yang signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan hingga saat ini pengembangan HHBK ini dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan, diantaranya pertama, kesadaran geopolitik sumber daya hutan (SDH) Indonesia belum menempatkan HHBK sebagai modal utama pembangunan kehutanan dan rangka pelestarian lingkungan hidup yang terkait dengan upaya mitigasi dan adaptasi perubhan iklim global. Kedua, HHBK memiliki potensi dan sangat penting bagi pembentukan aktivitas ekonomi yang bersifat padat karya untuk dapat menciptakan industri rakyat yang banyak menyerap tenaga kerja serta penguatan sendi-sendi ekonomi pedesaaan, tetapi daerah hingga saat ini tidak memiliki cetak biru pengembangannya. Ketiga, kontribusi HHBK masih dipandang belum layak bagi penurunan kemiskinan, pembangunan ekonomi dan sosial, dan keberlanjutan lingkungan hidup, padahal pemanfaatan HHBK disebagian komponen masyarakat sudah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan subsisten tetapi sudah bertujuan komersil.


Permasahan dan tantangan tersebut menjadi PR besar pengembangan HHBK di Indonesia. Namun  jika kita lihat secara lokalitas, masyarakat di lokasi kerja Gaia DB telah memiliki pemahaman akan pentingnya jenis-jenis tanaman yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian, seperti pisang, jenis tanaman perkebunan (kopi dan cokelat), serta tanaman buah atau tanaman multifungsi (MPTs) seperti durian, manggis, alpukat, kemiri, nangka, aren, bambu, dan jenis tanaman MPTs lainnya. Berbagai Jenis tanaman tersebut merupakan jenis tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat di lahan HKm. Hal ini tentu telah menunjukkan bahwa masyarakat telah memiliki kemampuan memilih jenis tanaman yang tidak hanya untuk  memenuhi kebutuhan sehari-hari melainkan juga memiliki nilai ekonomi tinggi (dari sisi harga jual dan permintaan).
Pengolahan HHBK pun telah dilakukan oleh sebagian masyarakat, namun demikian masih dalam skala kecil dan proses yang sederhana. Masih banyak kendala dan ha yang harus menjadi perhatian jika ingin serius untuk mengembangkan HHBK sebagai sumber pendapatan masyarakat pinggir hutan. Kendala tersebut diantaranya adalah, kontinuitas produksi, belum adanya ijin produksi, kegiatan produksi atau pengolahan masih dilakukan secara individual serta yang paling utama adalah masyarakat belum memiliki pasar untuk hasil olahan HHBK yang mereka hasilkan.


Kondisi inilah yang menjadi dasar bagi tim Gaia DB untuk melakukan kajian kajian terkait pengembangaan usaha produksi dan pemasaran HHBK di 5 Desa yaitu desa Aik Bual, Setiling, Aik Berik, Lantan, dan Karang Sidemen pada pekan lalu. Beberapa output yang diharapkan dari kajian tersebut adalah Pertama, terpetakannya potensi masyarakat dan berbagai kegiatan perekonomian yang dapat dikembangkan di lima desa tersebut. Kedua, terpetakannya aktor-aktor yang terlibat serta pembagian peran masing-masing aktor tersebut  untuk menghasilkan program yang terus berlanjut. Ketiga, dihasilkannya business plan yang disusun oleh masyarakat terkait dengan kegiatan pengembangan usaha produksi dan peningkatan perekonomian, Keempat, tersusunnya daftar kebutuhan untuk pengembangan kegiatan. Hasil kajian inilah yang akan menjadi dasar bagi Tim Gaia DB untuk melaksanakan pelatihan pengembangan usaha produksi dan pemasaran hasil hutan bukan kayu (HHBK) di masing-masing desa.

Feedback
Share This: